Selasa, Februari 26, 2008

boa do pendapat ni bangso batak tentang jagal babi(namargota


[batak news; tempo; bedakan batak dengan agama]

Dari sebuah seminar di tahun 1983.

Berikut tulisan yang diambil Batak News dari majalah Tempo edisi tempo dulu, 1983. Yang beragama Islam tidak akan lagi menghadapi daging babi. Bupati Tapanuli Tengah, Lundu Panjaitan, optimistis warga di wilayahnya, yang 50% Kristen, tidak lagi akan menghadang saudara-saudaranya yang muslim dengan hidangan itu. Sebuah seminar adat yang diarahkan Panjaitan, di Balai Desa Pandan, 376 km dari Medan, menyimpulkan bahwa “daging babi bukan komponen mutlak adat Batak”.

Pesta adat di Tapanuli Tengah, yang seimbang perbandingan warganya (170.000 jiwa) antara yang Islam dan Kristen, memang sering bikin kecewa. Kaum parsubang (muslim, plus mereka yang alergi atau pantang babi) bila menghadiri pesta keluarga Kristen tak diberi makan dalam rumah. Mereka di’jiran’, rumah keluarga Islam yang ‘dititipi’.

Bupati yang beragama Kristen itu pernah menerima keluhan Haji M. Pardede, 52 tahun. Pardede, pemuka adat Desa Simanosor tahun 1981 diundang keluarga mempelai wanita (anak boru) yang beragama Kristen dalam acara masuk rumah baru. Karena dalam rumah hajatan itu terhidang daging yang diantangkannya, ia kecewa sekali tak bisa ikut masuk rumah baru itu.

Kisah lain dituturkan Bupati: pengalaman Ketua DPRD Tapanuli Tengah, Dangol Tobing. Tahun 1977 Tobing menerima undangan pesta pembayaran perkawinan dari pihak anak boru yang Kristen. Melihat hidangan babi, Tobing ini spontan marah. Pesta adat dianggapnya batal, malah mengandung unsur menghina, katanya. “Soal-soal semacam itulah yang mendorong saya melakukan seminar ini,” tutur Bupati yang berani mengeluarkan biaya Rp 5 juta untuk kumpul-kumpul itu.

Mula-mula ada belasan orang dari 200 peserta, yang keras mempertahankan makanan kelaziman itu. Namun argumen mereka dianggap tidak sekuat pandangan yang diberikan penasihat borbor (persatuan marga) di Tapanuli Tengah, Ungkap Tua Sipahutar, dan Pendeta A. Saragih.

Berpegang pada Alkitab, Pak Pendeta, 61 tahun, malah mengatakan: “Perjanjian lama melarang umat memakan daging babi. Injil atau Perjanjian Baru tak melarang umat Kristen memakan segala jenis hewan. Namun dalam Kisah Para Rasul, umat Kristen dinasihati untuk tidak mengecewakan orang lain.” Sedang main catur saja, yang juga satu kebiasaan harian orang Batak, menurut Saragih harus dihentikan bila banyak orang menganggapnya cuma menghabiskan waktu.

Adat Batak sebenarnya “fleksibel” menurut Ungkap Tua Sipahutar, 56 tahun. “Boi do pinahan lobu ditabasi dohot hambing,” petuah ompung (kakek) yang beragama Kristen itu. Niat menghidangkan daging babi bisa saja diganti dengan hidangan daging kambing, ayam, ikan atau telur ayam. Itu artinya, “Kebiasaan menghidangkan daging babi itu hanya terdorong oleh selera atau gengsi.”

Bupati, sebagai moderator, menimpali, “Orang yang tidak makan daging babi tetap konsisten dengan adat Batak. Apakah pahlawan nasional Sisingamangaraja tak memakai adat Batak karena dia pemeluk Parmalim yang memantangkan daging babi. Begitu pula umat Islam di Tapanuli Tengah ini.”

Semuanya digali dari adat dan dirumuskan “selaras dengan Pancasila”. Maka 13 rumusan pun tercapai. “Syukur bisa lempang,” komentar Maulud Simatupang, pemuka adat Sumando Pesisir — kaum muslim Tapanuli Tengah. Toh Bupati menganggap langkahnya belum selesai. “Niat saya membuat lokakarya lagi untuk mempersatukan adat Sumando dari kalangan warga pesisir Tapanuli Tengah yang muslim dengan adat Batak pedalaman yang Kristen,” katanya. Sebab adanya perbedaan itu dirasakan seolah sebagai tanda bahwa Tapanuli Tengah belum punya identitas adat yang khas.

Padahal kerukunan sesama warga negara di daerah ini sudah teruji. Pada perayaan HUT Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Sibuluan, awal Februari lalu, panitianya justru lebih banyak yang Islam, kata Lundu Pandjaitan. “Dan hasil aksi dana HUT gereja itu pun sebagian disumbangkan untuk delapan masjid di kawasan itu. Inilah pengamalan P4 secara nyata.” [www.blogberita.com]

CATATAN BATAK NEWS:
Inilah yang kusebut sebagai toleransi beragama. Di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, hubungan warga muslim dan nasrani hingga hari ini memang terkenal sangat harmonis. Mereka saling bantu ketika umat lain hendak merayakan hari besar agama mereka. Dan inilah juga hal yang kuharapkan dengan menulis artikelku tiga hari lalu itu — yang mana sebagian dari engkau merasa tak butuh umat lain.

Beberapa hari lalu aku chat dengan seorang bloger, Batak muslim di Jakarta. Ia masih lajang dan aktif dalam organisasi “naposobulung” [generasi muda] Batak. Tapi ia minoritas, karena hampir semua rekannya di organisasi itu adalah nasrani.

“Kadang sedih sekali hatiku, Bang. Kalau ada acara pesta atau semacam rapat, mereka sama sekali tidak menyiapkan makanan untuk ‘parsubang’ [makanan halal],” katanya.

Masihkah engkau mau menyangkal itu? Aku sendiri pun sering merasakannya, terutama ketika aku masih tinggal di perantauan. Dan dengan hati yang sedih, aku dan istriku terpaksa membeli nasi dari warung muslim.

Semoga dengan artikel seminar di atas, kita sekalian, orang Batak, bisa membedakan mana urusan adat dan mana urusan agama. Batak tak harus nasrani. Batak bukan agama. Batak adalah budaya. [www.jararsiahaan.com]

Engkau sudah capek seharian ini dan butuh cerita santai yang bisa memancingmu tersenyum? Baca ini.


  1. batakusa

    Kalo dalam pesta selain babi,ada juga yang halal, tidak apa2 toh lae?
    yang aku takutkan,misalkan selain babi dihidangkan juga ayam , tapi tetap tidak menerima karena menganggap ayam tersebut sudah bercampur babi, walaupun sebenarnya tidak. Tiap natalan, almarhum mamakku selalu masak daging sapi rendang dan dibagikan ke tetangga. Tapi lae tahu gak, Pak RT yang beragama islam selalu membuang rendang/gulai bikinan Alm mamakku. Lae tahu perasaanku saat tahu itu, aku merasa dianggap najis.

    Jangan sampai juga nanti kalo ada orang batak muslim bikin hajatan, terus batak kristennya marah2 karena menuntut dihidangkan babi. Kalo sudah begini kan repot…
    Kurasa dalam hal beginian, menurutku hanya masalah perundingan dan persiapan dan pemberitahuan saja. Kalo soal makanan kurasa mayoritas orang batak entah muslim dan tak muslim, sudah cukup dewasalah. kalo kasus lae batak muslim itu tidak diberi makanan halal, kurasa lae itu bisa ngomong langsung aja ke naposobulungnya. Kurasa mereka pasti mengerti. kalo mereka tak mengerti juga,berarti dungu juga mereka itu. Mungkin ini hanyalah masalah convenience saja.

    BATAK NEWS: keluhan kawan kita naposobulung muslim di jakarta itu adalah, kawan-kawannya dalam acara rapat/pesta itu sama sekali tidak menyiapkan makanan halal. itu yang dia protes. kupikir kurang tepat ketika lae bilang, “kurasa lae itu bisa ngomong langsung aja ke naposobulungnya.” jadi apa artinya dia ikut organisasi naposobulung batak kalau hal begitu saja tidak diperhatikan? apalagi dia sudah cukup lama aktif di organisasi itu, dan mereka tahu kalau kawan kita itu muslim.

    yang lae katakan tentang hidangan dua jenis, babi dan yang halal, bagiku tak masalah. karena yang memasak dan menyajikan makanan halal itu memang khusus ditunjuk panitia beragama islam.

    aku sering makan di rumah kawan nasrani. kawanku itu bilang: “lae, gak usah takut, ikan ini halal, waktu masak tadi pakai kuali yang khusus kok.” ya sudah, aku bismillah lalu makan. aku percaya saja kawanku itu. kalau pun dia sengaja berbohong, itu dosa dia.

  2. PARBADA

    Ah sudahlah……. lae……. INI ARTIKEL NGGAK BERMUTU!!! kau cuma ingin cari perhatian aja karena kau tersisih dari lingkungan Batak. Makanya ….. siapa suruh pindah agama??? Nyesal kan???
    BATAK NEWS: kau betul-betul menyinggung urusan pribadiku. alamat rumahku di jl. sm raja 212 balige. kutunggu kau! datanglah!

  3. Jekson Sinaga

    Biasanya setahu saya selain Babi tetap ada makanan untuk Parsubang, karena yg Kriseten juga tidak semua makan Babi.
    Yang menarik untuk dibahas menurut saya adalah kenapa Babi bisa menjadi makanan yg hampir wajib ada di tiap pesta adat batak. Apakah babi ini mempunyai makna tertentu dibandingkan hewan lain? atau ada alasan lain kenapa Babi yang sering menjadi makanan dan yang menjadi “tudu-tudu sipanganon” yang di bagikan kepada hula-hula dongan tubu dan lain-lain. Karena jika hanya untuk perlambang saja mungkin sudah waktunya diganti dengan hewan lain. Tapi saya tidak mengerti mengapa harus babi yang terpilih, jadi mangido panorangna majo iba sian angka lae na umbotosa. Terima kasih
    BATAK NEWS: aku pun tertarik komentarmu itu: kenapa daging babi jadi semacam makanan “wajib” pada pesta. padahal kalau kita baca artikel pada seminar di atas, babi disebut bukan bagian dari budaya batak.

  4. lohot simanjuntak

    @ batakusa:
    hal ini lumrah saja,sikapilah dengan cara lain,misalnya:memberi makanan kalengan (roti-rotian atau berikan uang untuk membeli daging nya,lalu suruh masak sendiri)semua ini adalah kemauan dan kemampuan kita berinteraksi dengan lingkungan. di banyak tempat pesta yang saya jalani, antar umat sudah selalu menyediakan makanan bagi parsubang, juga tempat tersendiri dan bahkan diantara kristen ada denominasi yang mengharam kan memakan daging babi,daging anjing,bahkan ikan yang tidak bersisik,misalnya ikan lele,belut,dll,juga tidak meminum kopi,teh,tidak alkohol,ataupun merokok, semua itu mereka haram kan. mauliate abang jj. horas
    JJ SIAHAAN: terima kasih.

  5. Rim Marluat Napitupulu

    Sebenarnya ADAT BATAK itu sangat flexible kita sendiri yg membuatnya jadi kaku. Kalau kita berbicara adat Batak intinya adalah bagaimana adat itu sendiri dijalankan. Saya sgt setuju bahwa daging babi bukan komponen dari adat Batak. Apakah kita sadar bahwa dulu ikan mas tdk pernah digunakan dalam adat Batak tapi yg digunakan adalah Ihan (Ikan asli Batak). Ihan adalah sejenis ikan (mirip ikan arwana)yg hanya hidup di air yg benar2 bersi. Tapi seteleh ihan ini hampir punah dan susah ditemukan maka ikan mas lah yg dijadikan sebagai penggantinya.

    Kalau kita mau melihat ihan, Desember kemarin waktu saya pulang ke Balige, saya masih menyaksikan ihan ini di mual Sirambe (Bonan Dolok), tapi menurut cerita orang tua ihan di mual Sirambe tdk boleh diambil kalau diambil ada akibatnya. Sebenarnya saya 100% tdk percaya hal ini cuma saya tdk mau buang2 waktu. Nah… kembali ke hal diatas, kalau kita mau katakan daging babi adalah kompeonen dari adat Batak, yg jadi pentayaan saya adalah, Bagaimana suatu saat kalau babi punah atau susah ditemukan apakah adat batak itu sendiri jadi punah.

    Saya pernah punya teman wanita yg melangsungkan pernikahanya di Bangka. Di Bangka ikan mas mustahil ditemukan. Solusinya ikan mas diganti dgn kakap merah, toh juga adat Batak bisa berjalan dgn baik. Ada pepatah yg mengatakan Ompputa na parjolo martukkot salagundi, pinukka ni parjolo si ihuttonon ni na di pudi. Bagi saya yg benar adalah Pinukka ni parjolo si patureon ni na di pudi. (Maaf kalau saya salah menuliskan umpama ini.

    Kita adalah generasi muda Batak yg harus berani melakukan terobosan bagaimana supaya adat Batak itu lebih perfect, simple, dan tidak bertele2 tanpa harus mengurangi inti dari adata Batak itu sendiri.

  6. Deco

    Horas lae Siahaan, saya masih termasuk generasi muda sehingga tidak begitu paham/mampu untuk mengulas amsalah adat ini, namunpun demikian saya teteap mendukung pada prinsipnya artikel tersebut. termasuk bangga jugalah saya melihat lae Siahaan yang berani menulis kritik bagi kalanga n sendiri (yaitu sebagai orang Batak). Horas dan sukses selalu

  7. Rim Marluat Napitupulu

    Saudara Parbada!
    Nama anda benar2 sesuai dgn karakter dan kelakuan anda. Anda benar2 seorang provokator. Kalau anda tdk setuju dgn tulisan2 di Blog ini nggak usah baca dan kasih komentar. Duduk dan diam saja sebagai anak manis. Anda benar2 konservatif dan kolokan. Bagi saya yg ada di Jakarta, walaupun Blog ini ditulis di sebuah kota kecil tapi isinya cukup modern, edukatif, kosntruktif. Buktinya lihat saja semakin hari semakin banyak orang yg membuka Blog ini dan umumnya mereka meberi apreciate dan aplaus. Saya sangat menghargai perbedaan pendapat, kalau tdk sesuai dgn selera saya saya tdk pernah langsung kebakaran jenggot seperti teman kita yg satu ini.

    Kembali ke topik tulisan di atas, perlu saya informasikan sekarang kalau orang Batak melaksanakan adat di Jakarta daging Babi sdh jarang digunakan, tetapi yg sering digunakan adalah daging Sapi. Mungkin yg susah dihilangkan adalah kebiasaan di Bona Pasogit. Menurut saya daging babi bukanlah makanan wajib bagi acara adat Batak. Kita sendiri yg tanpa kita sadari terbawa oleh kebiasaan nenek moyang kita. Juga ada alasan lainyaitu menggunakan daging babi jauh lebih ekonomis dibanding dgn menggunakan daging sapi atau kerbau. Apalagi di Tapanuli daging babi masih relatif mudah untuk disediakan.

    Sebenarnya kalau orang Batak berani membuat terobosan dgn tidak menyediakan daging babi pada acara2 pesta Batak saya kira plus nya lebih banyk dari minusnya. Lagipula apakah arwah nenek moyang kita akan bangkit dari liang kubur dan demosntrasi menuntut kalau kita mengeliminasi daging babi dari adat Batak???
    BATAK NEWS: aku sangat setuju dengan pendapatmu, lae.

  8. Debataraja

    Horas….lae!
    Secara kebetulan saya membaca artikel anda ini, maka selaku seorang pemuda batak, saya ingin memberikan sedikit tanggapan.
    Satu hal yang pasti ialah bahwa kita tidak boleh mencampuradukan antara agama dan budaya. Apalagi antara agama dan politik…
    Memang tidak ada aturan atau ungkapan yang secara eksplisit yang mengatakan bahwa daging babi itu merupakan komponen dalam adat batak. Akan tetapi setiap upacara adat batak eratsekali kaitanya dengan daging babi. (Batak yang saya maksudkan di sini ialah batak toba, karena jika bagi masyarakat batak karo hal ini tidak sepenuhnya berlaku.)

    Sehingga dapatlah dikatakan bahwa adat batak tidak dapat dilepaskan dari penggunaan daging babi. Jadi ketika seorang batak memeluk agama yang melarang umatnya untuk makan daging babi, maka secara tidak langsung orang tersebut juga sudah menolak budaya batak, meskipun secara tidak ekstrim. Setiap pesta adat batak yang sesuai dengan yang sebenar-benarnya sangatlah erat sekali kaitanya dengan DAGING BABI!!!

    BATAK NEWS: bah, makin bingung aku sekarang. :roll:

  9. batakusa

    @bataknews
    kurasa tetap perlu bilang. Orang batak memecahkan permasalahan dengan spirit keterbukaan. Mungkin kalau dalam nuansa jawa, cukup dengan diam2-an orang lain bisa mengerti, takut di kecewakan dsb. Tapi tidak demikian dengan kita. Nuansa perdebatan memang kental, dan selalu harus muncul sebelum solusi dirundingkan. Entahlah ini kekurangan atau kelebihan.

    Tak bisa kita hanya diam2 saja,dan mengharapkan dunia berubah. ada barrier yang harus di lewati. Lae naposobulung itu harus mengambil tindakan. Jangan sampai lae itu hanya mengeluh di belakang. Nah, kalau resposnnya tidak ada/jelek,berarti ada yang salah dengan naposobulung tempat dia berada. Karena menurutku tidak ada hal dalam hidup ini yang benar2 bersifat deterministik,kecuali bagi Sang Pencipta itu sendiri.

    BATAK NEWS: seandainya lae kita itu bersedia menyampaikan pendapatnya kepada kita semua secara gamblang.

  10. JoeS

    Ada 2 jenis ternak berkaki 4 yang umum di tanah batak: kerbau dan babi. Di buku Nommensen karangan anaknya sendiri, juga digambarkan komunitas batak yang memakai kerbau dan babi sebagai bagian paradaton. Jadi unsur ini sudah lama berlangsung. Di suku-suku yang lainpun di indonesia (yang belum ada pengaruh islam) babi adalah komponen acara adat. Babi pun menjadi barang haram sejak jaman nabi-nabi di perjanjian lama. Yesus sendiri mengusir roh setan yang merasuki kumpulan babi-babi (Pigeon ?) Artinya barang ini sudah seumur sejarah manusia. Malah dalam cerita Asterix/Obelix, babi ini makanan utama untuk perayaan kemenangan.

    Saya yakin batak mula-mula pun sudah mengenal babi dengan merujuk suku-suku tradisional di indonesia. Apalagi dikatakan nenek moyang indonesia dari daerah yunan (daratan bangsa kuning) justru di sanalah “asar ni (habitat besar)” hewan ini. Jika merujuk asal-usul ini, maka kepercayaan parmalim (dari kata par alim? seperti dalam kata alim-ulama) yang muncul kemudian seiring masuknya islam ke serambi mekah/samudera pasai yang menghilangkan kebiasaan satu ini, karna mengadobsi aturan islam: haram makan babi.

    Babi itu hanya bisa srudak-sruduk, maka ada istilah filling babi (pilbab). Maka jangan salahkan babi yang udah menderita dibantai demi memuaskan dahaga. Yang kita sikapi adalah toleransi dengan lingkungan yang dengan tegas tidak mengkomsumsi ini. Kemungkinan cuma 2: peduli atau tidak dengan perbedaan ini.

    Jika peduli, ada 2 cara lagi: pertama tidak pakai daging babi dengan maksud semua jadi bisa se ruangan, berdekatan, berjabat tangan, dll. Tondong (sanak) yang berbeda pun nyaman mengikuti acara. Daging kerbau atau kambing bisa alternatif. Tapi kerbau mahal dan kambing kok gak umum ya. Kecuali di tap-sel yang memang mayoritas muslim.
    Kedua seperti yang berlangsung sekarang ini. Ada stan terpisah untuk parsubang, yang masak pun muslim. Kelemahannya, ada pengkotakan, tidak menyatu dan berkesan tidak peduli dengan saudara yang muslim dalam kapasitas pelaku adat yang punya peranan juga.

    Seminar di atas dilaksanakan thn 1983 di Pandan (1 jam dari sibolga) yang memiliki pantai indah dengan view yang sejuk (laut,pulau musala dan sitimpus). Tetapi kurasa tidak cukup menyejukkan semua peserta seminar itu dan melepaskan gelisah karna temanya menyangkut kebiasaan. Jika melihat curhat di seminar itu dan membandingkan kondisi sekarang kuambil kesimpulan tidak menghasilkan keputusan yang significant mengakomodir semua kepentingan karna masih seperti itu yang terjadi sekarang.

    Orangtuaku sejak acara mangadati anak pertama, kedua, keempat (dilaksanakan di sibolga) selalu memakai daging kerbau dan upa-upa ikan jompol (ikan laut khas sibolga pengganti ikan mas, justru sekarang ikan jompol sudah langka). Salah satu memang untuk menyatukan komponen yang berbeda dalam ruangan yang sama.

    Sebenarnya kendala utama di dua hal di atas: kalau bikin daging kerbau mahal kali (banyak yang tak mampu), pakai kambing atau ayam kok gak umum dan aneh, ntar diketawain. Akhirnya tetaplah daging satu itu. Hupasahat hami tu dongan parsubang adong do hubahen hami sipanganon di samping an. Udur ma hamu tu si. Mauliate. Atau pemerintah mau mensubsidi untuk menambahkan biaya beli seekor kerbau?

  11. batakusa

    @Debtataraja
    Kurang setuju lae. aku pernah pulang ke daerah huta silalahi. Waktu cerita2 ke aku, salah satu penjaga Tugu silalahi sabungan pernah bilang bahwa khusus untuk keturunan silalahi sabungan, ada versi yang mengatakan bahwa tidak boleh makan babi dan anjing.Tapi kemudian dia bercanda: ” tapi gimanalah, kita pun sudah melanggarnya”.

    Apalagi dengan jumlah babi yang tiap tahun menurun terus, mau tak mau perilaku adat harus menyesuaikan donk. Kalo di sini, bahkan bukan hanya babi, tetapi semua makanan berdaging (kecuali ikan) sebisa mungkin di kesampingkan. Makanan vegetarian sudah mulai digandrungi. Apalagi dengan tingkat stress yang begitu tingi, konsumsi daging mau tidak mau harus di kurangi.

    Sekedar informasi, orang amerika tidak begitu doyan makan babi. Urutan preferensi makanan disini itu : Ayam,ayam,ayam, sapi,sapi,babi. sedangkan Anjing bagi orang bule adalah sahabat mereka, jadi kalo dibilang makan anjing, mata mereka bisa terbelalak.

  12. JoeS

    @batakusa:
    kalau yang dimaksud penjaga tugu silahi sabungan di huta silalahi kec. silahisabungan dairi, aku belum pernah dapat cerita itu dari dia (yang tua kacamata ya?), pun dari tetua kampung. Tapi tertarik sekali kalau ada versi demikian. Btw margaku Pintu Batu Hutabalian.

  13. Rim Marluat Napitupulu

    Horas lae Debataraja.
    Kalau saya membaca komentar lae diatas yg mana lae mengatakan ketika seorang Batak memeluk agama yg melarang umatnya makan daging babi, maka secara tdk langsung orang tersebut juga sdh menolak budaya Batak.
    Terus terang saya tdk setuju dgn pendapat lae ini, karena berdasarkan peryataan lae ini adat Batak itu hanya sekedar makan daging babi, atau identik dgn babi. Sebenarnya inti adat Batak itu adalah DALIHAN NA TOLU. Inilah yg menjadikan adat Batak itu Indah &berbeda dari suku2 lain. Dalihan natolu menyatukan orang Batak dimana pun berada. Kalau tdk ada Dalihan Natolu dari dulu Sumatra Utara sdh menjadi Ambon kedua. Pada umumnya orang Batak adalah orang yg demokratis yg selalu dapat menerima perbedaan2 dalam hal apaun juga. Inilah yg menjadi bukti sehingga situasi di Sumatra Utara selalu kondusif.

    Bagi saya daging babi yg selalu ada dalam adat Batak hanyalah accessories dari adat batak itu sendiri. Saya tdk mau mengangap itu sebagai suatu yg sifatnya wajib. Saya lebih percaya kalau adat Batak itu akan lebih baik tanpa daging babi. Kalau kita berani ambil terobosan dgn meniadakan daging babi dalam adat Batak, maka jembatan pemisah antara kita Batak yg berbeda agama akan terputus. Dgn demikain Orang Batak yg Muslin juga tdk kaku datang ke adat Batak. Bisakah anda membayangkan Betapa indahnya kalau kita Batak yg berbeda keyakinan bisa duduk dan makan bersama dlm acara adat Batak? Rasanya cukup spekatakuler kalau hal ini tercapai. Kuncinya ada di tangan kita. Ingat saudara2 kita Batak yg Muslim juga sgt menjungjung tinggi adat Batak terutama yg namanya Dalihan Natolu.

  14. Charly Silaban

    Aku agak malas berpikir lae.. Tapi menurutku itu dulu karena masalah harga saja. Babi lebih murah, gampang diternakkan, tak berguna, tapi enak hehehehe… Sementara kerbau mahal lagi pula bisa diajak membajak sawah dan manarik padati.
    Molo dihuta nami, tu parsubang, jagal hoda do dilompa..! (*kalau dikampung kami, untuk yang tidak makan babi disediakan daging kuda) Mantap !!!

  15. batakusa

    @JoeS
    Horas Appara. Aku sebetulnya seumur hidup baru sekali kesana. Kebetulan sama bapak dan saudara2 ku. Justru jarang2 kesana, kita korek2 lah informasi dari orang setempat. Persis di samping tugu itu kan ada kedai kopi. jadi cerita panjang lebar,,,,kalo aku ga salah ingat, Ompunta punya piaraan anjing ajaib , dan karena ‘kesayangan/sohib’ Ompunta, maka keturunan dilarang makan anjing. Jadi udah macam orang bule aja Ompu kita itu..hehehehe

    added: Bahkan marga silalahi kata bapakku, konon berasal dari kata Ilahi . karena kata bapakku tak ada arti langsung dari silalahi.
    Masih menurut bapakku, orang zaman dulu dekat dengan alam ,jadi misalkan Gajah mada, kemungkinan berasal dari negri yang banyak gajah. Atau nasution(nasaktion)-sakti, jadi mungkin banyak ilmunya dulu.
    Ada juga pasaribu, mungkin dulunya imigran dari negri seribu’jaya’ .
    Ah sebetulnya tak banyak pengetahuan ku tentang PerBatak-an apalagi PerSilalahi-an.

  16. st. of darkness

    salut gw. adminnya tabah ……! tapi bila perlu marah? ya harus …….!!!

  17. dewo

    Kalau babi bukan komponen ada Batak, lalu bisa begitu dari mana asalnya ya? Yang jelas, babi pun bukan komponen agama Kristiani. Tidak ada tertulis di Kitab Suci yang menyatakan pesta dengan memakan daging babi, baik di Perjanjian Lama mau pun Perjanjian Baru.Salam.

  18. ded

    hargai lah..!!!tu kan dah adatnya. lagian daging babi tu enak ngak haram krna kita dah di tebus papa JC

    BATAK NEWS: adat dan budaya adalah peraturan sosial yang dibuat manusia. isi kitab agama adalah peraturan yang dibuat oleh TUHAN. aku lebih taat dan takut pada peraturan TUHAN. maka aku setuju bila misalnya kawan-kawan pentakosta, parmalim, islam, dll tidak memakan babi dan darah karena itulah peraturan dari TUHAN-nya. sama seperti engkau, aku setuju bila engkau memakan babi karena itu tidak dilarang dalam agamamu.

    maka komentarmu kukembalikan padamu sendiri: hargailah! itu kan sudah ajaran TUHAN.

  19. mathematicse

    “Semoga dengan artikel seminar di atas, kita sekalian, orang Batak, bisa membedakan mana urusan adat dan mana urusan agama. Batak tak harus nasrani. Batak bukan agama. Batak adalah budaya. [www.jararsiahaan.com]”
    Batak adalah salah satu nama suku di Indonesia…
    BATAK NEWS: tampaknya engkau masih perlu lebih banyak membaca, atau minimal membuka buku pelajaran bahasa indonesia ketika sma, agar engkau mampu “membaca makna kata dalam konteks kalimat [topik bahasan]”.

  20. gelleng

    Seandainya babi bisa ngomong,mereka juga sudah akan mengadakan demo,mengapa tidak? mereka terus yang menjadi korban tak berdosanya saudara kita yang protestan.Teringat masa kecilku di satu desa nun jauh disana,tardikkan Tigabolon sana,hidup di lingkungan mayoritas protestan hanya kami sekeluarga yang adventist, kalau di kampung di bilang “si pandai”tetapi disana telah bertumbuh toleransi yang maha dalam, untuk ukuran saya bagaimana tidak,setiap ada pesta orang tua kami lah yang selalu jadi parhobas untuk parsubang,karena memang ada juga orang tua yang elergi akan daging babi.

    demikian juga dengan keagamaan diseantero kampung kami hanya satu keluarga muslim dan keluarga kami sendiri yang bukan protestan.Untuk saya pribadi apa yang sudah kudapatkan di kampungku itulah kuterapkan dalam cara hidupku,karena dari sana aku sudah ditempa menjadi manusia yang harus saling mencintai walaupun beda hari dalam waktu berbakti kepada Tuhan ku.Sekarang aku tinggal di negri orang yang berbeda dengan waktu,selalu kukenang kampung halaman ku yang damai walaupun hanya sebuah desa kecil.Mari berargument untuk menghasilkan toleransi.horasssssssssssssssss.

  21. sahat

    Apa yang lae-laeku katakan diatas hanya melulu terhadap makananya (juhut babi) tetapi tidak memikirkan ada apa dibelakang dari juhut itu.
    Disana ada yang tidak pernah disinggung dari segi parjambaran dan namardomutusi (misalnya pemakaian ulos) bisa dibaca di “Anak tubu boru sorang” , seperti ada yang bilang bisa diganti dengan kambing saja apa iya sesederhana itu? siapa yang bisa membagi jambar dalam bentuk kambing sudah dipikir belum jadi jangan melulu berpikir tentang makanannya tok (juhut) kita harus berfikir ke arah yang lebih jauh maaf kalau saya bilang “ingkon dilaton do bibir asa nidok hata” mari berfikir dulu sebelum mengucapkan itu,

    adat yang telah dibuat sama oppung kita najolo itu berdasarkan pemikiran dan pemahaman yang dalam bukan berarti saya bilang begini itu (danging babi dalam pesta batak) sudah harga mati masih bisa disikapi dan dimusywarahkan, adakah diantara lae-lae ini yang siap memberikan solusinya , ada semacam kesombongan pada halak hita saat ini yang mereka bikin acuan adalah ini
    ” Ada pepatah yg mengatakan Ompputa na parjolo martukkot sialagundi, pinukka ni parjolo si ihuttonon ni na di pudi.
    Bagi saya yg benar adalah Pinukka ni parjolo si patureon ni na di pudi. (Maaf kalau saya salah menuliskan umpama ini. ” apa yang bisa dipature , dicukur iya adat itu, itulah yang membuat adat Batak tergerus hancur berkeping-keping, karena adat batak selalu kita bilang fleksibel alias tanpa patron, kenapa adat Batak tanpa patron karena orang tua-tua dulu (siboto paradaton) sudah hilang rasanya (tata rohana mamereng namasa) gabe holan gogo sambing tapangasahon tanpa pikir panjang. Mauliate , maaf kalau ada yang tersinggung santabi.

  22. Par Bintan

    Lae Siahaan, Saya setuju bahwa daging babi bukan merupakan syarat formal adat batak. Kalaupun ada pendapat demikian, pikiran seperti itu harus ditinggalkan karena tidak akan membuat adat batak lebih bermakna. Halak kita yang merasa perlu melestarikan adat batak mempunyai tanggungjawab mengintegrasikan adat batak dengan lingkungannnya yang tidak bisa memakan daging batak baik untuk alasan apapun. Saya menentang pikiran yang memakasakan seolah-olah bukan pesta batak kalau tidak ada daging babi…

  23. Rim Marluat Napitupulu

    Horas lae Sahat!
    Saya merasa disindir dgn comentar lae diatas. Tapi bagi saya itu sah2 saja namanya juga alam demokrasi. Orang bebas mengeluarkan pendapat selama tdk merugikan orang lain.
    Memang benar oppung kita najolo yg membuat adat itu. Tapi apa lantas kita langsung menerima adat itu 100%? Saya bukan mau meremehkan oppung kita dulu, karena saya akui mereka cukup hebat dan bijak dimana dizaman mereka dahulu orang Batak belum mengenal yg namanya Ilmu pengetahuan tapi mereka sanggup menciptakan adat yg mengatur tata kehidupan orang Batak dulu. Nah… Kita yg lahir dizaman sekarang dimana kita sdh mengenal pendidikan. Kita harus sanggup melakukan reformasi adat batak itu sendiri, dimana yg baik kita pertahankan, sementara yg kurang baik kita perbaiki. Saya merasa bodoh kalau saya menerima adat Batak itu begitu saja walaupun saya orang yg sangat menjungjung tinggi adat Batak.

    Sama waktu pertama sekali orang menciptakan pesawat terbang, pesawat terbang pertama cuma sanggup terbang untuk jarak kurang lebih 50 meter dgn ketinggian kurang lebih 75meter. Tapi generasi berikutnya sanggup untuk melihat kekurangan dan kelebihan pesawat terbang pertama, sehingga mereka melakukan perbaikan2. Dari situ maka tercitptalah pesat terbang seperti sekarang ini dgn berbagi jenis dan kecanggihannya. Mulai dari pesawat komersil samapi pesawat tempur.
    Nah adat Batak juga begitu. Saya yakin oppung kita dulu yg membuat adat itu mengharapkan kita generasi penerus mereka untuk melakukan perbaikan terhaap adat itu dgn tdk mengurangi nilai dan tujuannya. Hendaknya adat itu mengalami adjusment sesuai dgn perkembangan zaman dgn tdk mengurangi nilai dan tujuannya. Bagi saya adat hanya bagian parsial yg menentukan kita orang Batak atau tidak, selebihnya ditentukan oleh bagaiman kita menghargai kita sesama orang Batak secara khusus, dan semua manusia secara umum. Mauliate.

  24. passya

    sampe komentar di atas saya, saya belum menemukan penjelasan mengenai kaitan atau historikal daging babi dengan acara adat batak, terutama yg mengkait-kaitkan dan bahkan mengatakan ‘tidak terpisahkan’. Jadi lebih ke sisi emosional ( Batak kali :D ). kalo dibilang ‘ompungta najolo’…ompung yang mana ya? ompung saya dari bapak seorang parmalim dan tidak mengenal daging babi dalam adat (cerita bapak saya). sekali lagi, mohon (seperti kata Lae Sahat) “ingkon dilaton do bibir asa nidok hata” btw, saya masih menunggu pencerahan berikutnya……

  25. kairo

    Dalam kehidupan suku batak ada 4 hewan peliharaan yg sangat berharga yaitu: Babi, Lombu(lembu), Hoda(kuda), Horbo(kerbau). Menurut buku untuk Kuda dan Kerbau ini biasa disembelih untuk dipersembahkan pada acara Ritual khusus, sebab itu ada istilah Hoda debata, dan Kerbau melambangkan keperkasaan dgn dua tanduknya, hewan yg disayang karena byk membantu pekerjaan manusia di sawah. “Horbo sitingko tanduk, siopat pusoran, paung mangalaraja, jala jantan ni portibi, na uja mangarege diatas ni pargalungan”.

    Lembu juga dianggap berharga dalah kehidupan orang batak, harganya hampir sama dgn kerbau. biasanya dalam suatu acara makan bersama, dalam lingkup yang terkecil(5-15 orang) biasanya masak ayam, naik ke lebih dari 15 orang ialah babi, lebih banyak lagi lombu, lebih banyak lagi horbo. babi kebanyakannya dipelihara oleh kaum perempuan(ibu), dan mungkin kasarnya kalau ada anaknya 3, maka babi bisa dianggap anak ke 4..he he he..coba kita perhatikan, kalau pergi ibu kita, pulang ke rumah terus yg ditanya ‘Nga mangan babittai anu?’ (sudah makan babi kita itu?).

    kaum perempuan dalam adat batak sangat dihormati karena merekalah yg melahirkan keturunan bagi kaum lelaki untuk generasi penerusnya. seperti kita tahu bahwa kaum perempuan setiap hari banyak memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya, dan mungkin jg sama perhatiannya kpd hewan peliharaannya. suku karen di myanmar yg disinyalir mempunyai banyak persamaan dgn orang batak jg mempunyai kebiasaan memelihara babi dan pekerjaan mengurus babi banyak dilakukan oleh kaum wanita. kalau si wanita meninggal, maka semua babi peliharaannya ikut disembelih, menurut kepercayaan mereka agar roh si babi menemani si wanita yg memeliharanya.

    Kemungkinan dalam acara adat batak yang dimasak ialah babi bukan kerbau/lembu/kuda karena jaman dulu ketiga hewan ini sangat sakral, dan dalam acara ritual khusus saja baru disajikan. memang tidak semua, ada juga dalam acara adat perkawinan yg disajikan itu kerbau. tetapi kebanyakannya ialah babi karena pertimbangan harga dan lain-lain.

    Dalam parjambaran, kerbau/lombu/hoda, sangat susah dibagi menjadi 3 pokok bagian yaitu yg mengacu kepada prinsip kekerabatan orang batak Dalihan Natolu. bisa kita bayangkan kalau horbo yg dijadikan jambar, sudah mahal, berapa besar lah nanti jambar itu? kebayang kan?, lalu kita terima osang-osang kepala horbo/kuda yg besar itu…amanggoiii…rusuk upa bagian perutnya… pokoknya lebih ruwet dan yg lebih praktis ialah babi. Mungkin itu saja opiniku, kenapa babi selalu dipakai dlm acara adat. Mauliate.horas!

  26. sahat

    Laeku RM Napitupulu
    Saya bukan bilang harus ada daging babi dalam pesta adat batak, tetapi itulah yang sedang berjalan saat ini, ada yang bilang diganti saja dengan yang lain tanpa memberikan solusi dari penggatinya itu , misalnya kita pilih kambing sudahkah anda memiliki cara untuk membagi itu dalam bentuk jambar ? kalau memang anda punya solusi untuk itu silahkan paparkan ke halak hita, kalau memang itu cocok pastilah itu dipakai dan andalah yang menjadi “pionir” dalam revolusi adat batak itu. “Kita harus sanggup melakukan reformasi adat batak itu sendiri, dimana yg baik kita pertahankan, sementara yg kurang baik kita perbaiki.” saya setuju dengan ini tetapi harus ada dasar untuk merubah

    Lae Passya
    kalo dibilang ‘ompungta najolo’…ompung yang mana ya? ompung saya dari bapak seorang parmalim dan tidak mengenal daging babi dalam adat (cerita bapak saya). saya bicara secara umum, tidak membedakan asal-usul kita kalau memang diparmalim tidak mengenal daging babi yang tak mengapa, toh yang kita bicarakan batak umumya. kenapa saya bilang : “ingkon dilaton do bibir asa nidok hata” pikirkan dulu jalan keluar dari paparannya misalnya mengganti sesuatu dengan yang lain kasih dasarnya bukan asal merubah, itu maksudku lae . Saya sangat menghargai perbedaan keimanan, karena saya paham iman itu pilihan hatimu. Horas .

  27. Rim Marluat Napitupulu

    Kermarin saya membaca sebuah Tabloid Batak yg baru terbit di Jakarta yg berjudul DALIHAN NATOLU. Salah satu isinya adalah membahas mengenai pesta pelaksanaan adat Batak di Jakarta. Menurut hasil penelitian yg tertulsi dalam tabloid tersebut katanya di Jakarta Orang Batak menghabiskan dana untuk adat sekitar 15,5 Milyar Rupiah. Bagaimana pendapat para pembaca sekalian?
    BATAK NEWS: hah? dana 15,5 miliar itu maksudnya biaya pesta orang batak di jakarta selama sebulan atau setahun?

  28. Rim Marluat Napitupulu

    Lae Jarar !
    15,5 Milyar itu tentu saja biaya untuk satu bulan. Bayangkan saja sewa gedung paling murah sekitar 12 juta untuk 6 jam. Sedangakan gedung yg paling mahal sekitar 35 juta untuk 6 jam bekum lagi ditambah dgn biaya2 yg lain. Kalikan saja berapa banyak orang Batak di Jakarta yg mengadakan hajatan pada hari Jumat & Sabtu. (Umummnya orang Batak mengadakan pesta di Jakarta adalah hari Jumat dan Sabtu.
    BATAK NEWS: ck …, ck …. coba kalau uang segitu banyak dikirim ke kampung ini. bah, sudah bisa tiap minggu bertambah gedung sekolah baru di setiap kecamatan.

  29. Fendi

    ketika membentuk suatu punguan naposobulung marga, saya pernah mengancam akan tidak mau menjadi anggotanya jika tetap menyertakan unsur agama tertentu (mayoritas) dalam AD/ARTnya. Biarlah kasih itu kelihatan dalam perilaku kita.
    BATAK NEWS: aku setuju, organisasi marga/adat jangan dikaitkan dengan agama.

  30. kairo

    di Jakarta Orang Batak menghabiskan dana untuk adat sekitar 15,5 Milyar Rupiah. Bagaimana pendapat para pembaca sekalian? >> bisa jadi ini benar lae. karena rata-rata satu kali prosesi mangadati (pesta adat) sekarang ini di jakarta, minimal modalnya 15 jutaan, termasuk gedung dan katering. dalam satu bulan berapa orang, dll. teringat satu hari mamak ku bilang, ‘inilah orang batak berjuta-juta cuman utk pesta adat, abis nikah ngontrak nya’. karena biaya pesta harusnya bisa jadi DP utk ambil rumah, memang diberkati di Gereja tidak cukup? apa Tuhan nanti tanya apa kau dulu nikah diadatin, tukasnya emosi. he he he.

  31. parhuta-huta

    Heran. pertama, ijinkan saya memberi komentar di artikel yang lumayan sensitif ini. Pertama, belum ada kebenaran yang mutlak yang mengatakan bahwa adat batak itu mempunyai komponen yang bernama daging babi. Menurut saya dalam adat batak itu daging yang berasal dari ternak yang dipotong (dlam bahasa batak :juhut), itulah yang menjadi komponen, juhut akan di bagi dua jenis kegunaan, pertama, untuk makan bersama ( bhs batak : mangan indahan na las, juhut i ma gabe angkupna), yang kedua daging itu jadi jambar.

    kedua, Menurut saya, masalah daging itu adalah masalah kebiasaan, yang kemungkinan pemilihannya di tinjau dari beberapa faktor,
    1. Faktor Ekonomi, lebih mahal ternak Kerbau/Sapi di banding babi. anggaran pesta kan selalu terbatas.
    2. Faktor STM (kalau di kampung, Dongan parhundul, dongan sansiulaon), ngga mungkinlah yang beragama kristen akan motong babi jika ada “dongan sa siulaon” atau “dongan sahuta” nya parsubang.
    3. Faktor tutur, jika family yang diundang misalnya membawa undangan (uduran, kebanyakan “parsubang” pihak hasuhuton juga akan memikirkan daging yang sesuai.

    Saya berasal dan besar di sebuah desa di kecamatan Porsea, di desa saya ada 3 jenis keyakinan, 1. protestant, 2. Parmalim (ugamo ni halak batak) 3. Islam. Jikalau memang daging babi dihidangkan, pihak Hasuhuton akan menyediakan daging untuk “tutur parsubang” dan akan disediakan “dihobasi” oleh parhobas yang kompeten,

    itulah alasan mengapa, saya membuat komentar dengan kata heran. Yang udah hilangnya orang batak yang fleksibel itu pikirku. Di porsea di kampung sana, kerukunan dan saling menghormati antar agama itu masih kuat(terutama soal makanan), padahal ngga tinggi-tinggi pendidikan penduduk di sana. Horas…

  32. Beslan Sitorus

    horas… santabi ma jo angka dongan. Ada yang perlu diluruskan, bukan daging babinya yang menjadi komponen bagi adat batak, tetapi daging (juhut, bahasa batak), ada dua kegunaan juhut , pertama: untuk makan bersama., kedua, untuk jambar.

    Masalah daging babi hanyalah masalah pemilihan saja, yang mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama: faktor ekonomi, lebih mahal daging kerbau/sapi dari ternak babi.(kerbau/sapi bukan masuk kategori “subang”), kedua, faktor “dongan sahuta” dongan sasiulaon” dongan parhundul” dengan kata lain Undangan dan kerabat, jika ada beberapa atau lebih, yang “parsubang” maka pihak hasuhuton akan berusaha untuk menyediakannya (bhs batak “marjagal sada”), faktor yang ke tiga ini juga penting, faktor kehormatan, bagi orang batak dalam pesta daging juga simbol kehormatan, jika keluarga memotong kerbau (marjagal sada), itu dianggap adalah keluarga “Na gabe”, ( Saya pernah mendengarnya dr orang tua ketika saya pergi ke sebuah desa di Tarutung, yang nota bene mayoritas Kristen)

    DI kampung saya di Porsea, kerukunan itu selalu ada, dan saya sangat prihatin mendengar kisah yang diuraikan di atas, soal ketidaktersediaan makanan bagi dongan parsubang. Kebiasaan yang terjadi di Porsea, -kebetulan di kampung saya ada beberapa keyakinan, yaitu Protestan, Parmalim, Islam- jika pihak yang mengadakan pesta memilih daging babi, maka akan disediakan makanan bagi “dongan parsubang” yang “dihobasi” juga oleh orang yang kompeten. Horas…

  33. passya

    @ALL (espec. Lae Sahat)
    Komentar saya tidak sedikitpun mengkait2kan dgn keimanan. Jadi tdk usah ditarik2 ke sana. Karena kalimat Lae Sahat “ingkon dilaton do bibir asa nidok hata”, saya hanya meminta klarifikasi akan kata2 “Oppungta Najolo…” Karena asumsi saya, ‘oppungta najolo’ itu adalah ompungta para pemuka adat jauh sebelum kristen dan islam masuk ke indo. Oke-lah, kalau dikatakan kita membicarakan Batak secara umum, dan saya menangkap secara tersirat berarti Lae juga sudah ikut men-generalisir kalau pesta Adat Batak itu identik dgn daging babi. Dan tersirat juga……PARMALIM ITU BUKAN BATAK YG UMUM…. Horas….!!

  34. passya
  35. Ronsen

    Setelah membaca entri ini berkali-kali malah bikin aku bingung. Di awal entri disebutkan kalo adat harus dibedakan dengan agama. Tetapi banyak sekal unsur agama di sini. Agak bertolak belakang dengan maksud yang mau diutarakan sebelumnya.

    Kembali ke adat Batak. Kalo memang dulunya adat Batak tidak menggunakan babi sebagai komponen di dalam pesat dan kemudian akhirnya menjadi komponen utama itu menandakan bahwa adat Batak mengalami perkembangan/perubahan. Coba ditangkap kalimat yang aku tulis. Tidak menggunakan dengan pelarangan itu beda.

    Yang kedua yang aneh lagi, tentang agama Kristen. Di dalam Kristen jangan pandang kitab hanya di dalam perjanjian lama. Itu nama tidak adil, alkitab mempunya kitab perjanjian baru sebagai penggenapan perjanjian lama. Dan makanan tidak ada satupun lagi diharamkan. Dan dari sini adat Batak tidak terlalu bersinggungan dengan dengan agama Kristen. Dan ini menjadi keanehan ketiga.

    Islam dengan jelas melarang umatnya memakan babi. Yang menjadi pertanyaan, yang mana duluan Islam atau adat Batak? Kalau agama Islam akhirnya melarang orang Batak makan babi, bukankah itu menjadi lebih aneh lagi? Tapi menjadi pertanyaan kita selanjutnya, karena budaya itu seharusnya berkembang tidak statis, apakah adat Batak yang sekarang harus mengarah ke perubahan lagi?

    BATAK NEWS: tidak ada yang bertolak belakang. justru artikel ini membahas agar orang batak bisa membedakan mana urusan adat, mana urusan agama; seperti juga dibahas pada seminar tersebut — maka tentu saja komentar-komentar pembaca berisi pandangan agama terhadap adat batak dan sebaliknya. salah satu contoh seperti terungkap pada komentar di atas; bila dibentuk sebuah organisasi adat batak maka jangan sampai ad/art organisasi itu “disusupi/dikuasai” agama tertentu. atau seperti dikeluhkan seorang kawan batak muslim; dia ikut organisasi remaja batak tapi ketika ada acara tidak disediakan makanan halal untuknya.

  36. Siahaan di Eropa

    Horas ampara,
    Memang inilah masalah besar kita. Kurang sensitif thd yg minoritas. Aku bagikan aja sedikit cerita pengalamanku. Aku ini org nasrani, ampara. Waktu aku sekolah di Bandung aku indekos di gang2 kecil (maklumlah kiriman ortu pas2an kali dari kampung). Aku palak juga (arti: sebel) sama org2 muslim tetanggaku karena kalo kami bergitar sambil nyanyi2 lagu rohani nasrani langsung ada aja yg ngetuk pintu suruh kami berhenti karena dianggap mengganggu, padahal kami nyanyi dgn volume yg sangat2 pelan. Ini bukan hanya sekali dua kali, terus2. Jadi enggak bisa kami latihan vokal grup. Yang anehnya kami nyanyi2 lagu pop sekeras apapun enggak pernah ada masalah dan enggak pernah ada yg komplain. Belum lagi kalo jalan di gang itu dan melihat pengumuman2 disana sini yg bertuliskan ‘menerima kos mhs hanya utk yg muslim’. Lam mohop ma ate2on. Kalo mau kuceritain semua, banyak kali ampara kami minoritas merasa dilecehkan.

    Setelah selesai studi di Bandung aku punya kesempatan pindah ke eropa. Waktu itu aku punya tetangga org batak muslim yg dibesarkan di parapat. Kami banyak bertukar cerita ttg ‘hutanta’, apalagi jarang2 aku bisa ketemu dan ngobrol2 pake bhs batak di eropa ini. Aku banyak juga dengar suka dukanya dia sbg kaum minoritas di parapat sana. Ternyata dia juga banyak pengalaman yg dilecehkan sama tetangga2nya yg mayoritas nasrani, sampai aku sendiri merasa bersalah dan geram mendengarnya.

    Waktu itulah aku berpikir, kayak ginilah struktur masyarakat indonesia. Yang mayoritas merasa raja. Dan ini kayaknya dilakukan golongan yg manapun di negara kita. Sudah saatnya memang kita belajar utk lebih sensitif dan menghormati minoritas. Bukan malah memaksa yg minoritas utk ikut kemauan mayoritas. Ini namanya semena2. Aku cukup prihatin dgn pengalaman lae yg aktif di naposo itu. Apalagi kalo aku menempatkan posisiku seperti lae itu, pasti sakitlah hatiku karena enggak dianggap.

    JARAR SIAHAAN: horas appara. pertama, senang sekali membaca engkau menyapaku. kalau tak salah, sejak blog ini kubuat 20 maret lalu, baru kali inilah seorang kawanku marga siahaan berkomentar. :) kapan-kapan kalau ada waktu, berceritalah denganku lewat imel: bataknews [at] gmail [dot] com. ingin sekali aku mengetahui bagaimana eropa itu. maklumlah, tak pernah aku ke sana. lagipula, aku ingin sekali mengenalmu lebih dekat. jangan lupa nanti, ceritakan juga siahaan dari manakah engkau, nomor berapa, apakah ada famili di balige, bla-bla-bla. :)

    betul yang kaukisahkan itu, memang di negeri kita ini mayoritas sering menindas minoritas. padahal yang kutahu, seharusnya mayoritaslah yang melindungi minoritas — seperti dulu pernah dikatakan gus dur.

  37. baron

    weleh…weleh…….piye toh jal…….ganti aja daging babi dengan ikan lele…. ha…hah…..ha… bereskan… puas…puas….. dasar katrok……

  38. Ir. Saut Simanjuntak

    Syalom, jika berita yang saya kirim kamu penggal tolong jangan ada yang ditayangkan karena itu satu kesatuaan jangan mengakibatkan orang salah tanggap atau salah megerti. terimah kasih orang pintar, mestinya kalau tulisan saya di edit maka akan menghilangkan makna seutuhnya kalau memang demikian lebih baik untuk tidak di tampilkan, terima kasih. wassalam.

    BATAK NEWS: tentu saja aku punya aturan sendiri di rumahku, di blogku sendiri. batak news punya aturan main. kalau anda ingin tulisan anda tampil utuh, silakan menulis di blog dan milis lain; sangat banyak situs yang membiarkan komentar tampil apa adanya tanpa diedit sedikit pun. baiklah, karena anda sendiri meminta opini itu kuhapus, maka akan kuhapus.

    komentar anda yang sangat panjang tadi kuedit dengan sangat hati-hati agar esensi/maknanya tidak berubah dan tidak disalahpahami pembaca. yang kuhapus hanyalah bagian-bagian di mana anda mengutip/membahas ayat kitab agama.

    saranku, jangan lagi membaca blog ini karena anda pasti akan kecewa. di sini tidak boleh berkampanye agama apa pun dengan mengutip dan membahas ayat-ayat kitab agama. salam.

  39. Viktor Siregar

    Saya Bertanya: Siapakah Siraja Batak?
    Kalau anda percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah dan Percaya bahwa Yesus Kristus adalah anak Allah dan sebagai Juru Selamat Manusia. Dimankah kedudukan Siraja Batak dalam Kontek diatas?. Berhadiah !!! Buruan, siapa cepat dia yang mendapat. Horas !.

  40. Mbah Maridjan

    Sebenarnya adat atau tradisi batak itu sudah mapan, jauh sebelum agama Kristen (dengan berbagai denominasinya) ataupun Islam datang ke Tanah Batak. Berbagai ternak yang enak-enak, apakah itu babi, sapi, kerbau, ihan atau ikan mas, menjadi sajian hidangan pesta atau sesaji dalam ritual pemujaan. Cuma, saudara-saudara kita, misalnya yang Pentakosta atau Advent bilang, saksangnya nggak boleh pake darah. Saudara kita yang beragama Islam bilang babi itu haraaam.

    Kalau ada orang Batak tidak lagi gunakan babi sebagai persembahan yang enak, oke-oke sajalah itu. Seperti Gus Dur bilang, gitu aja koq report. Tapi jangan menyatakan babi bukan sebagai komponen adat. Itu namanya takabur. Khusus kepada orang Batak yang beragama Islam khususnya atau juga Sipandai (Seventh Day Adventist) jangan selalu merasa eksklusif : minta diistimewakan atau penyajian yang istimewa. That is childish. Orang Kristen di Iraq, Iran, Mesir, Suriah, Palestina, Pakistan juga nggak merasa istimewa, sehingga mereka bisa maju.

    Mengada-ada bilamana adat bisa eksis dalam konteks orang Islam. Islam lebih sinkron dengan budaya Melayu yang banyak dipengaruhi budaya Arab. Tidak perlu ritual adat Batak itu ditinjau dari konteks Islam, buang-buang enerji saja.

  41. Raja P Simbolon (Medan)

    Horas… Saya hanya mau katakan… bahwa di Alkitab ada tertulis, “Bukan kamu yang memilih Aku, tapi Aku yang milih Kamu.” Saya nggak berani pastikan, barangkali di kitab agama lain juga ada kata-kata sejenis… Artinya, Tuhan (entah Tuhan siapa pun itu)… memang telah menciptakan banyak bangsa, adat, dan budaya, lalu menurunkan agama-agama yang sesuai untuk mereka. Kira-kira serupalah dengan pendapat Mbah Maridjan…

  42. sahat manullang

    Di setiap pesta batak, dimanapun selalu di sediakan makanan untuk parsubang. Karena selain islam ,orang batak juga banyak yang beragaama advent dan juga pemeluk parmalim. Tulisan anda ini sepertinya memancing, saya tidak tau misi terselubung anda sebenarnya selain penekanan pada budaya batak. Saya setuju kalau daging babi bukan makanan adat, karena sering juga yang di sembelih kerbau. Tapi itu adalah pilihan yang sangat pas melihat situasi, baik itu keterbatasan dana dll. dan perlu di ketahui, makanan alternatif seperti daging kambing karena rasanya tidak terbiasa di lidah juga jumlahnya sangat terbatas. Kurang tepat kalau anda sangat menekankan istilah haram pada daging babi. kalau anda berdiri di atas kata damai seharusnya itu dihindari… maksudmu kami-kami ini memakan makanan yang haram..? silahkan karena itu kepercayaan anda, saya hargai itu, tapi kurang tepat kalau anda mengulasnya dalam di tengah masyarakat yang sangat hebat nilai toleransinya. sekali lagi, sepertinya anda sengaja memancing…

    BATAK NEWS: sudah beberapa kali anda menulis komentar, tapi aku sering bingung karena tak mengerti maksud komentar anda. anda ngomongnya tidak jelas. memancing? artikel TEMPO yang bagus itu dibilang memancing?

    aku punya saran. cobalah anda kunjungi blog-blog lain yang membahas agama. ada banyak blog yang ditulis kubu islam di mana mereka memaki-maki yesus. sebaliknya banyak blog yang ditulis kubu kristen dan mereka menghujat al-quran. di sanalah yang tepat anda berkomentar: “anda jangan memancing ….” bukan di sini, pak, anda salah tempat. :D

    dan tolong disebutkan, yang dimaksud dengan “anda sengaja memancing” itu siapa? aku sebagai pemilik blog inikah? atau salah satu komentator? kalau misalnya aku, maka kujawab begini.

    pertama, apa maksud anda dengan kata “memancing”? bertengkar? bah, bah, bah, rusak republik ini bila artikel berkualitas yang ditulis majalah bereputasi sekelas TEMPO dibilang memancing. :D atau jangan-jangan anda orang yang gampang terpancing? atau jangan-jangan anda orang yang tidak siap berdebat, berargumentasi, dan menerima perbedaan pendapat?

    kedua, kapan aku bilang anda-anda itu memakan makanan haram? seingatku tidak pernah. ataukah maksud anda komentator lain? yang mana? dan tentu saja benar yang anda katakan, kalaupun ada “parsubang” menyebut istilah haram, maka makanan itu haram bagi dia saja — bagi anda jelas tidak.

    kemudian kalimat anda bahwa “kurang tepat mengulasnya di tengah masyarakat yang sangat hebat nilai toleransinya …”, terus terang akan kutentang. anda tidak berhak membatasi seseorang untuk beropini tentang sebuah topik. ini demokrasi, pak. tapi kalau misalnya aku memojokkan agama tertentu, lantas anda mengingatkanku, maka itu sangat bagus dan akan kuterima dengan lapang dada.

  43. sahat manullang

    “Kadang sedih sekali hatiku, Bang. Kalau ada acara pesta atau semacam rapat, mereka sama sekali tidak menyiapkan makanan untuk ‘parsubang’ [makanan halal],” katanya……

    ok, pak siahaan, saya tidak mau membahas ini terlalu jauh di blog anda.membaca tanggapan anda atas komentar saya, seharian ini saya memasuki rumah anda.tentang demokrasi,ok saya menarik pernyataan saya yang terakhir kalau anda mendefinisikannya melarang, karena tentu saya tidak berhak untuk melarang seseorang untuk beropini. saya hanya tidak setuju dengan pernyataan di atas. itu memancing dan kurang tepat kita ulas di masyarakat yang sangat hebat nilai toleransinya

    maaf, saya bertamu ke rumah anda mungkin tidak permisi ya..dan anda sepertinya marah.ok saya tidak bertamu, saya hanya melihatnya dari kejauhan saja. saya hanya melintas, dan saya ngomong tidak jelas? mudah terpancing, tidak siap berdebat? sepertinya saya harus bertemu anda kalau sudah pulang ke balige nanti…mudah-mudahan anda bersedia menghidangkan saya segelas kopi.untuk sekarang , saya permisi dulu…. horas.

    BATAK NEWS: aku kagum melihat sikap anda yang lemah-lembut. aku senang bila suatu hari nanti anda singgah di balige. dengan senang hati. pasti, segelas kopi hangat plus pisang goreng akan kita nikmati bersama sambil berkenalan. :D karena aku senang punya banyak sahabat. rumahku di jl. sm raja 212 balige, di sebelah rumah bapakku — yang membuka usaha warung kopi.

    tapi, ada baiknya kukatakan sekarang; aku tidak bersedia bila nanti anda mengajakku membahas agama, apalagi membahas ayat-ayat suci. maaf, pintu rumahku tertutup bagi perbincangan seperti ini. aku tidak ingin kita membahas apa itu islam, apa itu kristen, dll. sejak awal aku tidak suka mempertentangkan agama. tapi kalau membahas toleransi antar-agama, justru itu yang kusuka.

    oh ya, satu lagi, anda salah tafsir kalau bilang aku marah. :D perhatikanlah caraku menjawab komentar sejak dulu, memang begitulah gayaku menulis. blak-blakan, tanpa basa-basi, to the point kata orang bule, galak kata sejumlah kawan bloger. maklumlah, aku cuma orang batak kampungan, jadi tidak pintar berlagak kayak orang kota yang ngomong lemah-lembut. :D

    tapi pasti anda tahu bahwa sesuatu yang terkesan kasar belum tentu jahat, sesuatu yang terkesan santun belum tentu baik — manusia sering memakai topeng. dan aku tidak memakai topeng, aku apa adanya. horas. dan peace…

  44. Halak Hita

    Hehehehe…. Di sela pekerjaan yang seperti saat ini produksi kantorku lagi berkurang, alias aku berkurang kerjaan, maka “heboh”-lah aku hampir seharian melanglangbuana di blog lae Jarar ini. Kenapa aku harus terkekeh pendek? Karena lucu aja baca-baca begitu banyak komentar untuk salah satu artikel yang dimuat, tapi masih ada saja yang hatinya panas karena “terpancing” - ikan kale dipancing…!

    Lae, Jarar…
    Kita harus maklum sama rekan-rekan yang asal memberi komentar tanpa lebih dulu mendalami esensi sebuah tulisan. Mereka kadang hanya menekankan pada salah satu kata atau kalimat. Lantas diblow up menjadi rujukan dia untuk memberi komentar, yang tentu saja menjadi sanggahan seakan dia yang paling pintar. Atau, orang tersebut hanya ingin numpang lewat komentar seakan-akan mau pamer diri agar dianggap orang seorang blogger mania. Hehehehe…

    Janganlah terlalu ditanggapi yang gituan, lae. Tersenyumlah bagi mereka, yang khususnya mereka yang selalu membenarkan diri sendiri. Zaman ini kan siapa saja bisa jadi penulis di dunia maya. Bisa kasih komentar “cetek” yang tak bermakna bagi khalayak ramai. Seharusnya, komentar atau tulisan itu bisa jadi pencerahan bagi orang banyak, bukan malah sok berpolemik, tapi tak terkandung maksud sejatinya tulisan yang dikomentari.

    Aku juga suatu hari nanti ingin mampirlah di lapo amang kita itu. Tapi, lae Jarar, aku kurang suka pisang goreng… Kalo ada, sediakan mie gomak lah… Alaaah mak jaaangg…, sedap kali mie gomak itu lae. Bereku si Farida pintar kali masaknya, mie gomak goreng lage. Dulu waktu aku masih sekolah di SMP 1 balige, hampir tiap hari makan mie gomak di lapo dekat jembatan soposurung… Horas ma tu hita sude.

    BLOG BERITA DOT COM: betul, lae. mudah-mudahan kawan-kawan yang baru datang ke blog ini, kuharap jangan langsung menulis komentar sebelum memahami sebuah artikel. dan akan lebih baik bila lebih dulu membaca komentar-komentar sebelumnya, agar jangan sampai menanyakan hal yang sudah ditanya komentator sebelumnya. jadi aku pun tak bolak-balik menjelaskan.

    mamakku pun jualan mie gomak kuah tiap pagi. :D

  45. jimmi RH Sinaga

    mauliate… kalau saya berprinsip bahwa daging babi dalam adat batak itu merupakan sesuatu yang mencirikan adat dan sudah merupakan budaya secara turun temurun yang sangat mengikat antara orang batak dan kan susah untuk menghilangkannya dari seorang pribadi batak. untuk mereka yang mengharamkannya lebih baik disediakan menu lain. tetapi janganlah beranggapan bahwa pesta adat batak itu adalah haram karena makanannya, karena kalau kita dalami dalam adat batak itu terangkum kasih yang sangat dalam.

  46. PAS99

    Buat Smua yang mengaku orang Kristen. Saya pernah baca seluruh isi Alkitab bahwa tidak ada satu katapun Ayat yang ada di Alkitab yang mengatakan bahwa daging babi itu boleh dimakan atau halal artinya adalah bahwa babi itu tetap haram. jadi jangan lah kita menodai Adat batak dengan apa yang sudah diharamkan Allah. banyak Hewan yang Halal yang bisa dibawakan dalam pesta adat Batak tidak mesti memaksakan harus babi. dan tidak ada kata terlambat untuk meluruskan kebiasaan yang salah. sekali lagi perlu kita ketahui bahwa Allah berfirman janganlah kita menambai atau mengurangi satu titik kuotapun akan isi Alkitab. Mintalah tuntunan akan Roh Kudus bilamana anda membaca Alkitab supaya jangan sampai salah mengerti isi Alkitab

  47. R.Manurung

    Ini diskusi yang sedap. Aku jadi teringat rasa andaliman. Sulit digambarkan, tapi lidah tak pernah salah membedakan rasanya dengan merica atau antarasa. Nah, gara-gara kalimat ini aku jadi teringat, bahwa memang peradaban manusia masih terbelakang perkara kuliner ini.

    Peradaban kita sudah mampu memetakan aneka jenis bau, sehingga anjing pelacak pun direkrut jadi pegawai POLRI. Orang Eskimo bahkan kelewat kreatif, sampai-sampai menciptakan 105 kata untuk salju. Dan, entah sudah berapa banyak karya dihasilkan oleh jutaan penyair, novelis, pelukis, sutradara, artis dan para kritikus; hanya untuk memetakan perasaan manusia saat jatuh cinta, patah hati, cinta tak berbalas dst dstnya. Kenapa tidak ada yang tertarik jadi penyair atau pakar andaliman ?

    Tapi coba kutanya para pembaca blog ini, siapa di antara Anda yang bisa mendeskripsikan rasa andaliman yang kira-kira mendekati deskripsi lidah aku ? Artinya, bisakah kita membuat gambaran ekspresi tertentu, macam orang kepedasan karena makan cabe, untuk memastikan bahwa ekspres itu adalah akibat makan andaliman?

    Bagi yang kira-kira “sepe-rasa-an” denganku , aku rasa bagus kita tukar pengalaman soal ini saja, daripada mengganggu hak asasi orang lain di seputar usus buntu.

  48. krisna

    Gue bukan Batak, tapi gue suka blog ini… Cuman gue nggak ngerti dengan adat batak jadinya nggak bisa banyak berkomentar…

    tapi juga untuk @PAS99, gue nggak tau maksudnya tuh… Kok malah seakan-akan jadi paling tahu Alkitab? Mohon jangan begitulah caranya nulis email. Nyantai aja bos… Nggak usah sampe berkesan paling ngerti arti atau makna Alkitab, karena bisa jadi apa yang Anda bilang itu sebenarnya sangat mudah dipatahkan. Daripada jadi debat kusir…

  49. Mayor Huta

    Horas ma di hita salutna..
    Saya termasuk pembaca yang pasif. Setiap hari 2-3 jamsaya membaca blog ini.
    Artikel yang menarik untuk di ulas kembali.
    Pesta dengan adat batak yang selama ini saya ikuti dari kecil sampai saat ini,
    Daging babi bukan satu-satunya juhut sebagai parjambaron kerbau atau lembu juga sering dijadikan juhut. Itu tergantung dari kemampuan ekonomi yang mengadakan pesta (suhut).
    Menurut sejarah setelah masuknya Agama Kristen ke Tano Batak, sedikit banyak mempengaruhi point – point di dalam adat batak tersebut. Ada yang berkurang mungkin juga ada yang tambah. begitu juga dengan masuknya Islam ke Tapsel-Mandailing.
    Daging babi inilah yang menjadi biang keladinya semua, tetapi justru disinilah yang menjadi keunikan Batak tsb. Batak Muslim dan Batak Nasrani harus selalu berusaha saling menghormati. yang jadi pertanyaan apakah mampu untuk melakukannya.
    Kalau untuk berubah adat batak sama sekali tanpa daging babi dengan pembagian panjabarannya, mungkin sama saja menghilangkan kekhususan adat batak tsb.
    tetapi hendaknya kita jangan membawa agama dalam adat apalagi berhubungan dengan daging babi.
    Tidak akan pernah bertemu .

    Salut buat anda @Pas99 yang telah membaca semua isi alkitab perjanjian lama dan perjanjian baru.Tetapi tidak sepantasnya kamu menulisnya itu bila mengharamkan daging babi .Orang batak banyak disekolakan dengan hasil dari jual daging babi.
    Tolong baca lebih teliti Alkitab mu itu, jika sedang mabuk kan ada Lapo tuak abang blog ini.

  50. Sinta

    @ PAS99 ‘….Saya pernah baca seluruh isi Alkitab bahwa tidak ada satu katapun Ayat yang ada di Alkitab yang mengatakan bahwa daging babi itu boleh dimakan atau halal artinya adalah bahwa babi itu tetap haram….
    Wah, logikanya di mana ini?? Apa kalau tidak pernah dikatakan (secara eksplisit) bahwa Indonesia itu tidak boleh dijajah berarti bahwa Indonesia (tetap) boleh dijajh? Atau, apakah kalau tidak pernyataan explisit mengatakan bahwa si Ucok itu adalah laki-laki berarti bahwa si ucok itu adalah bukan laki-laki?

  51. Ridwan Simanullang

    @PAS99

    ‘dang aha na dipamasuk tu pamangan na targoar naramun, alai aha naso ture naharuar sian pamangan i do na targoar naramun” utk kalimat eksaknya silahkan cari dalam Alkitab, kan katanya sudah baca semua isi Alkitab. Atau jangan-jangan membacanya kayak anak SD yang belajar baca buku, AS-BUN =asal bunyi tidak mengerti makna.

    @Forum
    Setahuku, malah ‘lomok’ (daging babi) adalah level terendah yang bisa dilakukan (ya..kayak untuk awak ini yang masih belum jadi ‘paradongan’), sedangkan lembu atau sapi dipakai pada saat adat orang ‘paradongan’.
    (terlepaslah dulu dari persoalan haram dan tidaknya dalam agama)

    Aku teringat cerita mertuaku, di mana saat ‘oppung boru’ dari istriku meninggal ( ibunya mertuaku perempuan) dan kebetulan pinomparnya ‘antar boi be ma’ di perantauan. Kemudian para keturunannya minta agar ‘horbo’ yang dipakai dalam adatnya. Tetapi para ‘natua-tua’ dengan hati-hati mengingatkan ‘unang ma jolo pintor horbo’ biarlah dulu ‘lomok’, karena sekali sudah ‘horbo’ yang dipakai maka untuk oppung doli (suaminya) nanti harus minimal ‘horbo’ walaupun katakanlah (ya..ini hanya misalnya) pada saat meninggalnya ‘oppung doli’ (suami dari yang meninggal) ternyata para keturunannya sudah jatuh sangat miskin.
    Tetapi jika sekarang memakai ‘lomok’ maka selanjutnya tidak menghalangi memakai ‘horbo’ malah lebih bagus karena itu berarti simbol dari adanya perbaikan kehidupan dari keturunannya (’panaikkon’).

    Pesan moral yang aku tangkap, kenapa ‘lomok’ yang dipakai adalah karena orang Batak selalu berusaha melangkah dari step yang paling awal.

    Kalau ada punya dana (sudah ‘namora jong’) , nggak masalah kok memakai ’sapi’, ‘kerbau’, atau bahkan dinosaurus ( :) ) sekali pun dalam adat batak (kawin, ’saur matua’ dll, dll). Tapi ingat, tidak boleh membeli ‘ketengan’ alias beberapa kilo saja tetapi harus membeli minimal utuh satu sapi atau kerbau atau dinosaurus untuk keperluan adat batak tersebut.

    Hatai hata tambaan dohot sipatureon ni angka na hummantus mangantusi molo tung adong na hurang lobi…Mauliate

  52. Ridwan Simanullang

    Tambahan:
    Kalau sudah melibatkan agama, maka untuk rekanku muslim, kalau tidak salah, maka step awal dalam adat batak adalah biasanya memakai kambing dan untuk selanjutnya sama seperti yang di atas (bisa sapi, bisa kerbau, bisa dinosaurus (kalau masih halal :) ) juga)

  53. nadeak huta godang

    wah… rame banget nih commentnya. kasih komentar dikit deh…bahwa daging babi (juhut ) itu bukan hanya sekedar lauk doang. kita pasti tau dan pernah dengar itu tudu-tudu sipanganon…( didalammnya bermacam2 dan punya nama….) dan juga ada jambar….

    Jadi yang biasa di adat batak itu babi dan kerbau dan sapi. semua itu tergantung jenis adat. gak tau deh klo ditempat lain. klo disamosir ada tingkatan adat ( pesta adat) . jadi bukan semua adat di potong sapi…

    kalau memang Juhut itu hanya sekedar pelengkap makanan… knp ga di ganti INDOMIE AJA…. praktis ..semua pasti makan….jadi hula2 gelleng dan suhut sama2 duduk sambil makan indomie tadi…..hehehehheheh…klo gak kita jaga mulai dari sekarang… hal diatas bisa terjadi ke masa2 yang akan datang… nah… adat sperti itu yang kita inginkan….???

  54. intan

    kalau kita berbicara mengenai babi, itu telah diharamkan.karena klu kita lht dari segi kesehatan babi itu dapat membuat kita memiliki cacing pita dan itu tidak bisa disembuhkan.dan babi itu tidak memamahbiak seperti horbo.

  55. johan manusia berdosa

    Viktor Siregar

    Saya Bertanya: Siapakah Siraja Batak?
    Kalau anda percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah dan Percaya bahwa Yesus Kristus adalah anak Allah dan sebagai Juru Selamat Manusia. Dimankah kedudukan Siraja Batak dalam Kontek diatas?. Berhadiah !!! Buruan, siapa cepat dia yang mendapat. Horas !.

    Tanggapan:

    horas…

    sattabi tu halak abang..nunga salah abang bah di si…di boto abang do salah ni abang??molo porsea tu tuhan i ma pribadi na arti na dang boi si ganggu on hak ni jolma manisia do i…gabe molo silsilah do tarunut abang..berarti na oto do abang di si (maaf harus di katakan).
    gimana mungkin sih Jesus Juru Selamat ada di silsilah keturunan Jahudi sedangkan Si Raja Batak ada di silsilah nenek moyang Batak.kan gabe abal2???pasti deh bakal gak jumpa…walaupun di cari di silsilah Jahudi gak ketemu yg namanya Si Raja Batak…

    ibarat tukang bakso yang jual mie ayam…yang beli pun terkejut!!!gak nyambung…

    horas…deh

  56. johan manusia berdosa

    horas…

    pengen ikut ngebahas dan meluruskan sejarah jaggal/daging babi namun ada yang kurang ananda pahami,
    pertanyaannya:
    1. Daging babi ato babinya kah yang dilarang terkadang jadi ambigu deh?
    2. Daging babi sapakah ini sampai2 di perdebatkan gini kasihan kan?

    nang pe sipata salah do ahu…
    ekkel mi do dongan..na palambok ro hakki
    beta ma dongan marlas ni roha…
    godang do arsak godang do muse lalas ni roha

    horas…

  57. johan manusia berdosa

    BEBAS MEMILIH MAKAN BABI ATO GAK?

    BEBAS JUGA MENGATAKAN BABI HARAM ATO GAK?
    nih mesti tanggung jawab loh..

    Sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan adat Batak jikalau babi salah satu komponen di dalamnya. Kenapa demikian karena dahulu babi lah yang paling banyak di buru selain tingkat kesulitan untuk mendapatkannya juga nilai prestise nya. Sehingga suatu kebanggan buat seseorang Batak ‘ganteng’ untuk mempersembahkannya buat Raja maupun di pesta2 Bolon. Karna si Batak ‘ganteng’ yakin nih lah hasil terbaik di persembahkan buat seorang Raja. Dahulu kala pernah sekali waktu si Batak ‘ganteng’ ini jumpa ma Dinosaurus tepatnya dari marga Sinaga pas banget dekat tepi danau Toba, romantis deh suasananya, dia bertanya diantara semua hewan mana yang gak boleh di buru??Datanglah Dinosaurus berkata hewan yang gak bole di buru sama kau ‘ganteng’ adalah Sinaga…kenapa gitu ito?? adalah?? kata boru Sinaga rahasia…
    seketika si Batak ‘ganteng’ luluh jadinya karna Dinosaurus ini betina ‘na roa’ (minta maaf nih hanya crita kiasan) gabe halang roha na marburu Sinaga ma…laos gabe lao ma si Batak ‘na ganteng on’marburu babi..songoni ma kiasanna..boi do tikkos boi do sala.

    molo adong na hurang pasahat hamu ma asa boi gabe pasingot2i di mangihut ari

    mauliate tu hamu

    horas…
    see u


  • Arsip Blog Berita

  • Google Pagerank Checker Content on this site is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda